Monday, April 16, 2012

Laporan Keuangan


Hai Pebasis mania, kami kembali dengan postingan baru haha
Postingan kali ini membahas tentang Laporan Keuangan Pebasis mulai dari Bulan Desember 201 hingga akhir Maret 2011, ... mungkin banyak dari kalian yang bertanya... penting banget ya di posting...???... yups, ini penting banget di sharekan karena kita dari pengurus sendiri tidak mau ada kesalahpahaman sedikitpun tentang anggaran dana yang kita terima, so kami ingin melaporkan penggunaan dana selama ini....so langsung sedot aja link di bawah ini....

Laporan Keuangan PEBASIS DESEMBER 2011 - MARET 2012


Terimakasih!!!
Salam Perjuangan....

Wednesday, February 22, 2012

Pilih Ambisi atau Ambisius, agar lebih sukses? (by Savira Soviana '' 11)


Pilih Ambisi atau Ambisius, agar lebih sukses?

Kesuksesan adalah harapan semua orang. Kesuksesan dapat di raih dengan menerapkan sikap kerja keras, ambisi dan kompeten. Namun, sikap utama yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin menggapai kesuksesannya adalah sikap ambisi. Sikap ambisi adalah sikap dimana tiap orang yang memilikinya berhasrat tinggi untuk mengubah dirinya menjadi yang lebih baik dari kondisi yang tengah dijalaninya. Sikap ambisi menjadi suatu dorongan dalam diri yang memacu untuk mengerjakan sesuatu dengan hasil yang baik dengan tujuan yang ingin ditempuh. Jika manusia sudah memiliki sikap ambisi, ia akan melakukan usaha keras untuk mendapatkan apa yang dicita-citakan. Setiap orang yang memiliki mimpi yang sangat tinggi namun ia tidak mempunyai sikap ambisi, maka mimpi itu hanyalah angan-angan yang sangat sulit sekali menjadi nyata.

Pada dasarnya sikap ambisi sangat baik selama tiap orang tersebut dapat mengendalikannya. Sikap ambisi sebagaimana yang telah dipaparkan di atas adalah sikap positif. Sikap tersebut sebanding dengan potensi yang dimilikinya untuk mencapai impian yang harus dibarengi dengan rasa peduli (tenggang rasa). Jika mereka tidak bisa mengendalikannya, maka sikap tersebut akan menjadi sikap ambisius. Sikap ambisius adalah sikap negatif yang tidak sebanding dengan potensi yang dimiliki untuk mencapai kesuksesan. Mereka yang memiliki sikap ambisius yang berlebihan akan mempunyai keinginan yang sangat menggebu-gebu, sehingga mereka akan menghalalkan segala cara demi mencapai kesuksesan yang mereka dambakan. Mereka akan menjadi sangat egois untuk mewujudkan impiannya. Mereka akan menjatuhkan lawan atau bahkan kawannya sendiri demi menggapai segala sesuatu yang diimpikannya. Mereka juga bisa menjadi orang yang bermuka dua alias munafik karena keinginannya yang sangat menggebu-gebu. Mereka yang memilki sifat tersebut selalu ingin menang dan ingin jadi yang nomor satu.

Sifat ksatria (menerima kekalahan, rendah hati kalau menang) sangat dibutuhkan untuk meredakan sikap ambisius negatif mereka. Di sisi lain, setiap orang harus memiliki kerangka program dan ukuran-ukuran yang jelas serta terukur, yang mengacu pada perkembangannya agar sikap ambisi yang dimilikinya tidak menjadi sikap ambisius. Untuk menghindari perubahan sikap dari ambisi ke ambisius, maka setiap harus memiliki kompetensi. Kompetensi merupakan aspek-aspek pribadi dari seseorang untuk mencapai kinerja yang baik. Aspek-aspek ini termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi akan mengarahkan tingkah laku yang menghasilkan kinerja yang baik. Kompetensi harus tetap diasah dan diusahakan untuk selalu menghasilkan tingkah laku yang sesuai diinginkan.

Sejatinya, kesuksesan seorang yang ambisius adalah kesuksesan yang bukan sesungguhnya. Mereka mendapatkan kesuksesan tersebut dengan tidak sportif, dengan kata lain “curang”. Mereka tidak akan merasakan betapa serunya bersaing dengan sportif untuk menggapai cita-citanya. Tantangan dan persaingan yang sportif adalah sebuah proses kesuksesan yang harus dinikmati oleh tiap manusia yang ingin menggapai kesuksesan yang sesungguhnya.[vra]


Tuesday, February 21, 2012

"Jangan Salahkan Aku" (by : Dian Fajar '11)


Ini bukan pilihan hidupku, aku sama sekali tidak pernah memimpikan hal ini. Mimpiku hanyalah keluar dari jurang penderitaan yang telah lama menjerat aku bersama orang-orang yang menyebut diri mereka keluargaku. Aku merasa dunia adalah milik sebagian orang saja, mereka seperti hidup di atas awan, hidup seperti melayang, sedangkan aku? Bernapas pun aku terengah-engah. Jangan pernah salahkan aku jika ini terjadi, bukankah ini salah mereka yang tidak pernah mendengarkan jeritanku meskipun aku berteriak di telinga mereka? Mereka sekarang menangis melihatku, tapi kenapa dulu air mataku seperti tidak ada harganya bagi mereka? Sekarang dengan bangga dan tanpa rasa malu aku memperkenalkan diriku kepada semua orang dan berkata bahwa aku adalah seorang wanita panggilan.

Kisahku bermula saat aku yang kala itu masih berusia 18 tahun, bukankah wajar jika aku ingin melanjutkan pendidikanku ke perguruan tinggi? Aku rasa semua orang akan menginginkan dirinya mempunyai masa depan yang lebih baik, terutama aku yang sudah tidak tahan dengan hidup serba kekurangan. Semua orang di keluargaku menentang aku, mereka menganggap bahwa tidak ada gunanya menghabiskan uang untuk menyekolahkan anak perempuan. Aku lelah harus menuruti apa kata mereka, merengek pun aku masih diabaikan. Tidak peduli aku terus menangis, mereka tetap tidak mendengarkan aku, bahkan ketika aku melangkahkan kaki keluar dari rumah.

Akhirnya aku menghirup udara kota yang kata orang adalah neraka, tapi bagiku itu adalah gerbang surga. Di sana aku berusaha mencari informasi tentang universitas-universitas ternama, aku masuki satu demi satu tempat-tempat yang dipenuhi anak-anak muda berpendidikan itu.

“Inikah tempat yang diidam-idamkan itu? Jadi seperti ini tempatnya?”, hatiku menggumam sembari kutatap lekat-lekat penuh kekaguman gedung putih tinggi itu. Dari kejauhan aku melihat beberapa orang keluar dari gedung, mereka membawa buku-buku tebal dan berbincang-bincang serius dan berlalu di hadapanku.

“Kapan aku bisa seperti mereka? Kesuksesan seakan berlari mendekat dan menunggu untuk mereka raih dengan begitu mudahnya.” Aku kembali bergumam, membayangkan jika saja aku yang keluar dari gedung itu, tapi kupikir itu bukan hal yang mudah. Aku menengadah, menatap lagit kota yang kusam ternodai oleh asap-asap hitam sembari mencari-cari harapan yang mungkin saja di gantungkan Tuhan di antara awan-awan. Aku berjalan menyusuri trotoar, di sebuah kursi halte kusandarkan punggungku yang lelah. Akhirnya, sebuah bus kota datang tak lama setelah kusandarkan punggungku, aku masuk dan duduk di kursi panjang di belakang yang hanya ditempati seorang laki-laki bertato belati di lehernya. Ia terlihat kacau dengan kaos oblong hitam lusuh dan rambut panjang acak-acakan, namun sontak aku merasa kaget ketika ia mencoba berbincang denganku. Awalnya memang bukan pembicaraan penting, hanya basa-basi kecil, tapi dia menawariku sebuah pekerjaan dan tempat tinggal yang sangat kubutuhkan saat itu. Sebut saja namanya Roni, entah harus kusebut dia malikat atau iblis. Dia memang menawariku tempat tinggal dan pekerjaan, tapi yang dia maksud adalah sebuah neraka bagiku, tapi merupakan surga bagi para lelaki hidung belang. Ya, dia membawaku ke sebuah tempat prostitusi. Hatiku berdesir ketika melihat tempat berhias lampu kedap-kadip warna-warni itu.

“Ini apa? Apa ini yang kamu maksud tempat tinggal dan pekerjaan? Kamu pikir aku wanita macam apa?” Aku melihatnya dengan tatapan mengancam, tapi dia malah membalas dengan tatapan penuh lidah api. “Aku tidak mau tinggal di tempat seperti ini, terima kasih sudah menawariku tempat tinggal, tapi aku akan mencari tempat lain.” Aku berusaha melepaskan diri, kulangkahkan kakiku lebih cepat demi menyelamatkan kehormatanku. Mataku tiba-tiba terbelalak ketika sesuatu yang dingin menyambar tanganku penuh tenaga, tanpa sadar aku menoleh, dan betapa kagetnya aku ketika kulihat dia sudah memegang tanganku sekuat tenaga, seakan tak membiarkan kelinci buruannya lepas begitu saja dari parangkap. Dia menyeretku mendekati tempat haram itu, menghadapkan aku pada seorang wanita yang dipanggilnya dengan sebutan ‘mami’. Mata wanita itu tajam dan terlihat ganas, suaranya terdengar agak sedikit mendesah dan terkesan dibuat-buat. Aku merasa jijik mendengarnya berbicara.

Beberapa kali aku melakukan perlawanan, berteriak hingga suaraku serak, tapi semua orang hanya memandang dengan tatapan biasa dan tidak bersimpati sama sekali, bahkan mereka tertawa renyah melihatku diseret dua orang itu. Mereka mengunciku di sebuah kamar yang bagiku terlalu indah untuk seorang tawanan sepertiku. Kukira aku akan dimasukkan ke dalam sebuah gudang tua atau semacamnya. Kamar itu didekor sedemikian rupa, bunga-bunga diletakkan di pojok-pojok kamar, tempat tidur berenda putih dengan sebuah penutup berbahan transparan yang menurutku sedikit berlebihan, aromanya wangi tapi agak menyengat.

Gagang pintu berdecak, membuatku was-was dan segera menoleh ke arah daun pintu yang sekarang terbuka lebar. Wanita itu berdiri dengan kedua tangan dilipat sembari berjalan mendekatiku pelan, matanya menyorotkan tatapan buas, menyihir atmosfer kamar yang tadinya indah hingga tampak suram dan angker. Tengkukku tiba-tiba terasa panas. Dia duduk di atas ranjang dan mengelus-elusnya.

“Kau butuh uang kan? Aku paham apa yang gadis sepertimu butuhkan. Tinggallah di sini beberapa saat, setelah itu kau boleh pergi”. Dia berbicara seakan mengetahui segalanya.

“Aku memang butuh uang tapi aku________”

“Berapa yang kau butuhkan?” dia langsung saja memotong pembicaraanku dan mengeluarkan pertanyaan saktinya. “Berapa pun yang kau butuhkan, kau bisa dapatkan di sini. Aku janji, setelah kau dapatkan uang itu, kau boleh pergi dari sini, kau bisa percaya padaku.” Matanya berubah menjadi lembut dan menenteramkan, berbeda dengan sebelumnya.

“Mungkin puluhan juta? Bukan jumlah yang sedikit kan?”

“Kau bisa tinggal di sini satu tahun untuk bisa mendapatkan uang itu. Aku tidak menyangka gadis selugu dirimu ternyata mata duitan”. Dia menyunggingkan senyum kecil seperti mengejek.

“Aku butuh uang itu untuk kuliah”

“Anak muda sekarang selalu mengatasnamakan pendidikan. Terserah, apapun alsanmu aku tidak peduli.” Dia berlalu begitu saja dan tak menghiraukan aku yang berdiri di hadapannya.

Aku merenung sesaat, mencoba berpikir jernih, tapi mimpi akan hidup bahagia bergelayutan di otakku, membuat aku tak punya pilihan lain selain menjadikannya kenyataan. Aku membayangkan hidup serba kecukupan seperti yang sering kubayangkan selama ini. Gagang pintu kembali berdecit dan membangunkan aku dari lamunan, wanita itu kembali menampakkan wajahnya di ambang pintu, kali ini dia menggandeng seorang lelaki empat puluh tahunan. “Ini uang pertamamu, sambutlah! Ingat, lakukan yang terbaik!”

Berbulan-bulan kujalani hidupku seperti itu, sudah tak terhitung lagi berapa banyak lelaki yang kukencani, dan itu demi cita-cita, kuliah. Aku mulai terbiasa hidup seperti itu, bahkan bisa dikatakan mulai menikmati. Akhirnya aku mengikuti tes seleksi masuk perguruan tinggi, dengan kemampuan akademikku yang bagus, aku masih bisa mengerjakan soal-soal itu meskipun hampir satu tahun aku fakum dari dunia pendidikan. Aku diterima di salah satu universitas ternama dan jurusan yang bagus. Aku menggunakan uang haramku untuk biaya kuliah. Tentu aku bangga bisa masuk di sana, tapi ada satu hal yang tidak bisa kuhindari, aku terlalu dalam terlena dengan uang, aku tergiur dengan cara mudah mendapatkan uang yang selama ini kujalani hingga aku lupa dengan ucapanku yang akan pergi dari tempat prostitusi itu segera setelah kudapatkan uang yang kuinginkan.

Aku menyembunyikan identitasku, berpura-pura hidup layaknya mahasiswa kaya lainnya. Aku lupa segalanya, agama, keluarga, teman-teman, dan apa pun atau siapa pun di masa laluku. Aku pernah mendengar bahwa ayah dan kakakku mencariku ke kota, tapi aku selalu menghindar, tak mau terseret lagi pada kehidupan melarat mereka. Aku sudah cukup puas dengan jalan yang kutempuh.

Memasuki tahun ketiga kuliah, semua orang mulai menganggapku aneh, memandang jijik saat aku berlalu di hadapan mereka. Aku hanya menganggap perlakuan mereka biasa, aku sama sekali tidak terusik, hingga sampai pada hari dimana namaku terpampang di papan pengumuman bahwa aku adalah seorang wanita panggilan, ayam kampus yang selama tiga tahun kuliah dengan bermodal kelihaian merayu lelaki hidung belang. Di sanalah aku merasa hidupku benar-benar hancur. Kebahagiaan yang aku impikan, masa depan sebagai sarjana, tak ada yang tersisa lagi untukkku. Di saat itulah ayahku menemukanku, dalam keadaan yang tak lagi mempunyai harga diri. Dia menangis melihatku seperi itu, kini semua orang tahu tentang aku. Untuk apa air mata itu? Mereka baru sadar sekarang setelah melihatku bener-benar hancur. Memang, penyesalan selalu datang belakangan.

Monday, January 16, 2012

CONGRATULATIONS


SELAMAT DAN SUKSES ATAS TERBENTUKNYA HIMPUNAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS FIB INI, TERUS LANJUTKAN KERJA KERAS KALIAN, SEMOGA APA YANG KALIAN LAKUKAN BERGUNA BAGI FAKULTAS, UNIVERSITAS, BANGSA DAN NEGARA KITA TERCINTA, KEEP ON SPIRIT AND FIRE, THINK SMART, BE THE BEST !!!!




ADMIN

Wednesday, December 21, 2011

PATIENTLY


Teman - teman, sabar ya nunggu ACC HIMAPRODI kita, apapun hasilnya tetaplah mengucap syukur hehehehe....

DOA ya biar jadi...semangad guys...

Wednesday, December 7, 2011

Susunan Pengurus "SEMENTARA"

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls